3 Buku yang Mengubah Sikap & Pandanganku Memaknai Hidup

Ahhh, mengawali bulan November ini dengan berpacu dalam cerita, lagi-lagi bersama dengan KUBBU BPJ (Klub Buku dan Blogger Backpacker Jakarta). Tahun lalu, aku sempat menuliskan cerita-cerita yang berkelindan seputar keseharian dan membongkar memori-memori lama sesuai tema tulisan yang disuguhkan selama program 30 Hari Menulis Cerita (30 HMC). Kali ini arisan blog KUBBU tidak seperti biasanya, yang membebaskan kita menulis cerita-cerita saat nama kita mendapatkan giliran menulis. Hampir mirip dengan 30 HMC, kali ini arisan blog akan mengundi 25 tema yang sudah disiapkan, juga undian durasi waktu penulisan cerita, 1-4 hari! Ahhhhh, can I do all the writing challenges? Tahun lalu aja, aku banyak bolosnya di program 30 HMC, LOL!

And here it is, my first story in the beginning of November! Tiga Buku yang mengubah sikap dan pandanganku dalam memaknai dan menjalani hidup.

Foto sebagai pemanis di tengah Museum Tengah Kebun ~

Pavilion of Women Madame Wu

Aku lupa-lupa ingat kapan membaca novel ini, entah ketika masih di bangku kuliah atau ketika mulai memasuki masa-masa awal dunia kerja, bertahun-tahun yang lalu! Tapi, kisah-kisah sosok perempuan, Madame Wu dalam novel ini, masih melekat dalam memoriku. Dan novel ini yang terlintas di kepalaku pertama kali ketika koh Denny, admin arisan KUBBU melempar tema pertama arisan blog kali ini "Buku yang Mengubah Hidupku" hahaha.

Kisah yang ditulis Pearl S. Buck seputar usaha Madame Wu, seorang perempuan yang juga berperan sebagai istri, sebagai ibu, sebagai seorang Nyonya dalam rumah konglomerat untuk mendapatkan kebebasan dan nilai kehidupannya sendiri sebagai perempun, agaknya melekat dibenakku hingga saat ini. Mungkin, kata kerennya saat ini tentang perjuangan perempuan atau pun feminisme yha?!

Ohhh, tapi aku tidak akan banyak membahas tentang nilai-nilai perjuangan feminisme tentunya! Pun dalam novel ini aku punya sisi-sisi pro kontra tersendiri.

Pavilion of Women Mandame Wu
Sumber foto: Carrousel

Tentu aku kesal dengan kondisi adat tradisi China pada saat itu, yang mengharuskan seorang perempuan untuk menikah dengan lelaki pilihan orang tua dan harus mengabdi sepenuhnya kepada suami hanya untuk urusan sumur, kasur, dan dapur, meskipun dibantu oleh para asisten rumah tangga. Para perempuan pun tidak boleh pintar! Yang mana, sangat bertolak belakang dengan prinsip ku yang sudah diajarkan oleh mamakku sejak kecil, meskipun aku seorang perempuan aku harus sekolah tinggi dan mandiri, baik secara pekerjaan maupun finansial. Namun, tetap saja, di era moderen sekarang ini, praktik-praktik seperti adat tradisi China tersebut masih saja ada! Kesel ga?! Kesel lah! Dan aku tidak mau terjerumus dalam biduk rumah tangga seperti Madame Wu di masa itu.

Salah satu tugas utama Madame Wu, sebagai seorang istri konglomerat adalah memberikan keturunan laki-laki sebagai penerus generasi. Paling tidak, jika demikian, para perempuan China selama ikatan rumah tangganya dipaksa harus hamil (berkali-kali) sampai akhirnya mendapatkan anak laki-laki?! Oh, tentu aku juga tidak akan mau dipaksa demikian, bagiku anak laki-laki maupun perempuan sama saja, memiliki hak dan kesempatan hidup yang sama. Pun, yang akan disepakati bersama dengan calon pasanganku kelak adalah jumlah anak, dua anak cukup, demi mempersiapkan kualitas hidup dan pendidikan yang layak bagi anak-anak kami kelak.

Belakangan, Madame Wu pun menyadari bahwa dirinya tidak mencintai suaminya dan di usianya yang ke-40, Madame Wu mengambil keputusan untuk membebaskan diri dari tugasnya melayani urusan kasur suaminya dan tidak mau mengambil risiko untuk hamil kembali karena belum adanya alat kontrasepsi pada saat itu. Ia pun merekomendasikan istri muda untuk melayani kebutuhan biologis suamianya. Tentu aku tidak ingin pernikahanku kelak seperti ini, paling tidak aku akan memilih calon yang bisa memenuhi kebutuhan emosi dan kasih sayang yang aku perlukan, dan aku paling anti ya sama poligami! Aku tidak rela suamiku dibagi-bagi, ahahhaha!

The Subtle Art of not Giving a Fuck

Setelah jatuh bangun dengan hidup layaknya roller coaster di akhir 2017 silam, dan berjibaku untuk survive hingga bangkit lagi seperti sekarang ini, aku akhirnya punya prinsip aku harus bisa melindungi diriku sendiri, aku harus bisa menjaga kebahagiaanku sendiri. Aku harus bisa bernegosiasi dengan orang-orang untuk mempertahankan standar yang aku buat untuk diriku sendiri. Berbeda dengan masa-masa sebelum 2017-2018 silam, yang mana aku lebih cenderung sebagai yes (wo)man person, penurut dan malu-malu untuk menyanggah atau pun berdebat. 

Ah aku jadi teringat pesan dari dosen ku di Paramadina yang mengajar tentang Perubahan Budaya, "hal yang paling konsisten selama perjalanan hidup adalah perubahan," and here I am, this is I am, with different principles, values, attitudes and demeanor than before.

Gagal fokus lari sore karena buku ini di Taman Suropati

Sedikit banyak tentang perubahan prinsip ku tadi mungkin bisa dibilang serupa (meskipun tak sama, hehe) dengan buku "The Sublte Art of not Giving a Fuck." Highlight pesan dari buku ini yang paling aku suka adalah salah satu kunci untuk kita menjadi semakin kuat dan semakin bahagia adalah menangani kesulitan dengan lebih baik dan tidak usah selalu berusaha menjadi orang yang senantiasa menjadi "positif" sepanjang waktu! 

Kode-Kode Nusantara

Teman-teman yang sudah mengenal ku cukup lama tentu tahu ya sedari beberapa tahun silam aku aktif dalam komunitas pendataan budaya dan seringkali gencar mengkampanyekan ajakan pendataan budaya, perbincangan budaya serta berusaha menyebarluaskan hasil-hasil temuan riset saintifik budaya tradisi nusantara. Aku semakin pede dan bangga membahas kebudayaan Indonesia ketika buku Kode-Kode Nusantara ini diterbitkan! Bagaimana tidak? Dengan rilisnya buku ini yang ditulis berdasarkan hasil-hasil penelitian ilmiah, aku bisa "berpamer ria" bahwa ada jejak-jejak ilmu pengetahuan dan matematika di balik kekayaan budaya tradisi nusantara!

Buku Kode-Kode Nusantara

Bagaimana tidak bangga, kalau aku bisa memamerkan bahwa ada perhitungan geometri fraktal di balik motif-motif batik dan terdapat jejak-jejak kekerabatan antar motif batik se-Nusantara yang tergambar dalam Pohon Filomemetika Batik Nusantara, yang artinya nusantara ini memang basodara!

Tak hanya geometri fraktal, pun ditemukan perhitugan otomata anyam dalam struktur pembangunan Candi Borobudur! Mungkin kita pernah berandai-andai, bagaimana bisa nenek moyang kita membangun Candi Borobudur semegah itu dan masih bertahan hingga sekarang, padahal jaman dahulu belum ada jasa arsitektur, belum ada alat berat untuk menopang proses konstruksi bangunan semegah itu! Dan ternyata, sistem otomata anyam dengan konsistensi perhitungan 3:6:9 dalam menyusun letak-letak batu dan stupa menjadi kunci kokohnya pembangunan Candi Borobudur.

Pernah dengar dulu ada gontok-gontokkan lagu Rasa Sayange antara Indonesia dengan Malaysia? Ahhh siapa sangka dengan pendataan budaya penelitian matematis yang dilakukan, dan Pohon Kekerabatan Lagu Nusantara kita bisa mempertahankan klaim lagu Rasa Sayange sebagai milik Indonesia secara saintifik! Karena berdasarkan penulitian musik dan lagu tradisi nusantara, lagu Rasa Sayange berada di rumpun Maluku, jauh dari rumpun Melayu, yang bisa saja diakui oleh bangsa Malaysia.

Mau tahu hal keren lainnya? Oh, masih banyak! Spoiler terakhir! Ada perhitungan geometri L atau geometri kura-kura dalam ukiran-ukiran gorga Batak yang selalu menjadi pelengkap aristektur rumah Batak!

Pssssttt, sedikit promo yaa jangan lupa baca webtoon Sandi Nusantara sebagai jelmaan cerita yang ringan dan kekinian dari buku Kode-Kode Nusantara yha! Cuss langsung baca webtoon Sandi Nusantara.

Webtoon Sandi Nusantara



 

11 comments

  1. Keren kak wulan buku buku yang punya arti penting dalam perjalanan kehidupan kakak. Terutama The Subtle Art of not Giving a Fuck. Kapan-kapan kita ngobrol ya tentang buku tsb.

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe iya nih Mba Tuty, buku nomor dua emang terasa nampol banget. iya kapan2 klo berjodoh waktunya mau ngobrol juga sekalin tuh ya sama Mba nani hehe

      Delete
  2. Wahh Mba, Wulan Sungguh Panutan

    ReplyDelete
  3. Aku pernah liat di webtoonya. Seru sih ceritanya. Gambarnya juga bagus. Jd enak dibacanya.

    ReplyDelete
  4. buku nomor 2, itu nendang banget, the subtle art of not giving a fuck. Gue bacanya lumayan lama. ikutlah kalo mau ngobrol sama ka tuty hahahahahah

    ReplyDelete
    Replies
    1. nah iya mba! waktu itu pas banget tema buku itu sama roller coaster cerita hidupnya aku di waktu itu, ahahhah, cusss deep talk ya kita curhat sama mba tuty hahahha

      Delete
  5. Gue juga suka buku The Subtle Art of Not Giving A Fuck, standar nilai yang dikasih Mark Manson cukup menohok tapi bener sih ya..hehe..

    Informasinya soal buku kode - kode nusantaranya auto bikin gw penasaran deh, soalnya tema kayak gini gw suka..
    kelihatan kan kayak dulu gw tulis gastronomi nusantara pas dapet giliran arisan..hehe..
    Mantap tulisannya :)

    ReplyDelete
  6. Waah, aku jadi kepo maksimal sama buku Kode-Kode Nusantara

    ReplyDelete
  7. wah terima kasih rekomendasinya ya kak, nanti aku mau rutin baca buku ah :D

    ReplyDelete

your comment awaiting moderation